Stuttgart – Sementara Kendaraan Listrik Baterai (BEV) mendominasi pasar mobil penumpang, Kendaraan Listrik Sel Bahan Bakar (Fuel Cell Electric Vehicles – FCEV), yang menggunakan hidrogen untuk menghasilkan listrik, diposisikan sebagai solusi utama untuk dekarbonisasi truk berat, bus, dan transportasi jarak jauh. Keunggulan FCEV adalah kombinasi dari emisi nol (zero emission) dengan kecepatan pengisian dan kepadatan energi yang menyaingi diesel.
FCEV menghasilkan listrik dari reaksi elektrokimia antara hidrogen dan oksigen, dengan satu-satunya produk sampingan adalah air murni. Keunggulan utamanya untuk transportasi berat adalah waktu refueling yang cepat (hanya 10-20 menit) dan bobot yang lebih ringan dibandingkan dengan paket baterai yang sangat besar yang dibutuhkan truk BEV untuk jangkauan yang sama. Untuk aplikasi logistik yang time-sensitive, downtime yang minimal dari FCEV adalah keunggulan kompetitif yang krusial.
Penerapan FCEV menghadapi dua tantangan utama: biaya dan infrastruktur hidrogen. Produksi Hidrogen Hijau (diproduksi menggunakan energi terbarukan) masih mahal, dan perluasan jaringan stasiun pengisian hidrogen yang padat dan bertekanan tinggi memerlukan investasi infrastruktur yang masif dan terkoordinasi.
Namun, fokus beralih ke koridor logistik. Pemerintah dan konsorsium industri sedang membangun “jalan tol hidrogen” yang strategis yang menghubungkan pelabuhan dan pusat distribusi utama. Ini memungkinkan fleet truk untuk beroperasi secara regional tanpa perlu jaringan pengisian yang sepenuhnya tersebar.
Masa depan transportasi berat kemungkinan akan terbagi. BEV akan melayani rute jarak pendek dan last-mile di mana pengisian depot semalaman memungkinkan. Sementara itu, FCEV akan menjadi solusi yang lebih efisien untuk rute jarak jauh yang intensif penggunaan. FCEV memastikan bahwa dekarbonisasi tidak berarti kompromi pada kemampuan jarak tempuh, muatan, dan waktu operasional.